Pages

Harga Motor, Harga Mobil, Harga Hp Samsung, Harga Leptop, Harga Mesin Jahit, Tips, dan Harga Tiket

Paris and the Memory

Paris and the Memory
Paris and the Memory (Part 4)

Angin segar melambai-lambaikan rambutku, berdiri di ujung kapal pesiar mendengarkan deburan ombak yang indah begitu sangat menyenangkan. Ku rentangkan tanganku di udara, dan aku pejamkan mataku. Kini aku benar-benar merasakan deburan ombak masuk kedalam jiwaku. Tapi kurasa itu belum cukup, ku pijakkan kakiku pada pagar pembatas kapal. Tapi rasanya itu terlalu mengerikan untukku.
            “Kamu tidak perlu takut, aku ada disamping kamu!”
            “Stevan??” Aku tersenyum kepadanya. Perlahan-lahan ku pijakkan satu persatu kakiku keatas tiang pagar pembatas. Sempat aku ragu untuk melakukannya. Tapi Stevan, dia memegang tanganku dengan erat. Tidak ada lagi keraguan yang aku rasakan. Dia merentangkan tanganku diudara.
            “Paris!! Paris!!” Aku buka mataku lebar-lebar. Rasanya ada seseorang yang memanggilku.  
            “Paris kamu dari mana saja? Tante dan Lana dari tadi mencari kamu! Sebentar lagi kita sampai daratan. Segeralah kau bergegas!”
            Tak lupa sebelum aku meninggalkan Stevan aku berpamitan dulu dengannya. Hari ini aku sadar kalau Stevan tidak seperti yang aku fikirkan selama ini. Dia memang sungguh orang yang baik.
            Setelah hari itu, aku dan Stevan semakin dekat. Sudah beberapa hari ini dia mengajakku mengelilingi kota Paris, tapak tilas kejadian satu tahun yang lalu, itu menurut perkataanya. Ya mungkin saja dengan keberadaan Stevan aku bisa mengingat kembali memoriku yang sedikitnya telah hilang.
          
           Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Place de la Concorde. Tempat wisata yang merupakan alun-alun terluas di Paris. Ditempat ini kami melihat monumen dan air mancur yang sangat indah. 


Selanjutnya adalah Musee Du Louvre. Museum Louvre merupakan salah satu museum seni terbesar di seluruh dunia. Ditempat ini kami melihat lukisan Monalisa (di Paris disebut “la joconde”). 


Dan tempat terakhir adalah Arch de Triomphe. Disini kami bangunan menyerupai gapura besar. Menurut Stevan, Arch de Triomphe dibangun oleh Napoleon pada 1806 sebagai simbol kemenangan Perancis.

             Dari ketiga tempat yang telah aku kunjungi, aku merasakan ada sesuatu hal yang aneh. Biasanya sakit kepala itu muncul dan ulasan dari ingatanku kembali membayangi diriku. Akan tetapi, ketiga tempat itu seolah-olah tidak menunjukkan adanya kenangan antara aku dan Stevan. 


******
“Permisi...!!” terdengar dari depan rumah seseorang yang sedang mengetuk pintu.
            “Pagi-pagi begini sudah bertamu ke rumah orang.” Ucapku sambil membukakan pintu. “Stevan? Kok bisa tau aku tinggal disini?”
            “Kamu lupa ya, dulu kan kita pernah liburan bareng di Paris. Oh iya apakah kamu sudah mengingat sesuatu lagi hari ini?”
            “Aku rasa belum.”
            “Bagaimana kalau kita ke kedai kopi? Tentunya kamu belum sarapan kan?” Ucap stevan sambil menarik tanganku ke mobilnya. Lalu aku pun mengiyakan.
            “Aku yang pesan ya!” Ucap Stevan saat kami berdua sudah sampai di kedai kopi.
            “Kamu tahu kedai ini paling terkenal lho di kota Paris, orang-orang sangat suka dengan harumnya.”
            Tidak lama kopi yang kita pesan datang. Ternyata memang benar apa yang diucapkan Stevan, kopi disini baunya harum “Cappucino?”
            “Iya Cappucino, itu kan kopi kesukaanmu. Emang kamu lupa?” Ucap Stevan.
            “Emang dulu kita sering kesini ya?”
            “Iya, malah setiap hari. Kamu tau kopi yang selalu kamu pesan?”
            “Cappucino?” Jawabku.
            “Iya benar sekali.”
            Tidak lama dari itu ponsel milik Stevan berbunyi. “Aku tinggal dulu ya sebentar.” Aku anggukkan kepalaku. Setelah selesai menelepon, kira-kira 15 menit Stevan kembali menemaniku.
            “Maaf ya kalau lama.” Stevan kembeli mereguk kopi yang dia pesan. Beberapa menit kami berdua terdiam.
            “Em sebelumnya maaf ya... nggak apa-apa kan kalau kita pulang sekarang?”
            “Pulang? Apa ada masalah?” tanyaku dengan ekspresi kaget.
            iya, tiba-tiba aku punya urusan mendadak. Aku antar pulang sekarang ya.”
            “Ya sudah.”
            Sebenarnya aku agak kesal dengan sikapnya hari ini. Tapi apa boleh buat, mungkin ada urusan yang lebih penting yang harus dia lakukan.


BERSAMBUNG.....

09
Mei
0

Cerbung


                                      Paris and the Memory (Part 3)           

 Keesokan harinya aku minta Lana menemaniku kembali berkeliling di kota Paris dengan harapan aku bisa mengingat kembali sebagian memoriku.
            “Lana bisa menemani kamu jalan-jalan. Tapi kalau Lana lihat keadaan kamu seperti ini, Lana takut terjadi apa-apa lagi sama kamu!”
            “Aku mohon Lana, temani aku!” Dia memang tidak pernah bisa menolak permintaanku. “Baiklah, tapi kita ke dokter dulu ya!” Terpaksa aku mengikuti permintaannya. tapi untunglah dokter mengizinkanku.
            Sudah berjam-jam aku berkeliling di kota paris. Tapi sakit kepala itu tidak lagi ku rasakan. Apakah tempat ini tidak pernah ada kenangan denganku?
            Tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Aku kira itu Lana. Tapi setelah aku menoleh kebelakang ternyata ada seorang pria telah berdiri di depanku.
            “Paris?? Kamu Paris kan?”
            Entah kenapa setelah aku melihat wajahnya aku merasa takut. Aku lari meninggalkan pria itu, namun pria itu terus mengejarku. Ku hentikan langkahku, setelah aku pastikan pria itu tidak mengejarku lagi. Kuhelakan nafasku pelan-pelan dari rasa lelah.
            Baru aku tersadar. “Lana?” Aku lupa telah meninggalkannya. Ini semua gara-gara pria itu, kalau saja aku tidak bertemu dengannya aku tidak akan terpisah dari Lana.
            Terpaksa aku harus kembali lagi ke tempat itu. Untungnya di tengah perjalanan aku bertemu dengan Lana, jadi aku tidak perlu melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
            “Laki-laki itu...”
            “Tenang Paris ini Stevan teman kamu. Tadi aku ketemu dia diperempatan jalan, dia bilang temanmu.” Ucap Lana.
            “Iya Paris aku ini temanmu, tahun lalu kita liburan bersama kesini. Aku turut berduka apa yang telah terjadi padamu!” Ucap Stevan padaku menjelaskan apa yang di utarakan Lana kepadaku.
            Aku hanya terdiam dan menarik Lana menuju taksi yang sudah kuhentikan tadi. “Kamu itu aneh, kenapa sikap kamu dingin sama Stevan?” Tanya Lana padaku.
            “Entahlah, aku merasa tidak nyaman bersama orang itu.”
            “Kamu ingat sesuatu tentang Stevan?”
            “Justru itu, padahal aku sendiri belum bisa mengingat Stevan. Tapi kenapa sejak pertama kali melihat saja aku sudah tidak suka?”
            Tak terasa taxi sudah ada didepan rumah. Saat aku hendak menuju kamar, Tante memanggil kami berdua. “Lana, Paris... Tante punya kabar gembira buat kalian berdua. Teman kantor Tante memberikan Tante tiket untuk naik kapal pesiar. Bagaimana kalau besok kita kesana?”
            “Wah, itu kabar gembira sekali. Tentu dong kita berdua ikut. Iya kan Paris?” Ujar Lana.
            Setelah kejadian tadi siang, aku tidak bersemangat lagi untuk liburan di Paris, rasanya aku ingin segera pulang ke Indonesia. Aku tak mau peduli lagi dengan semua masa laluku. Sempat aku berfikir aku ingin melupakan masa laluku dan menjalani hidup yang baru tanpa mengingat masa lalu.
            “Kok sikap Paris aneh, ada apa Na?”
            “Entahlah, sikapnya berubah setelah Paris bertemu dengan salah satu temannya.”
            “Bagus dong, Paris  ingat sesuatu dengan temannya itu.”
            “Nggak, yang anehnya lagi tanpa mau mengingat Stevan, Paris sudah merasa tidak nyaman dengan Stevan.”
            “Oh jadi namanya Stevan. Rasanya Mama pernah mendengar nama itu. Tapi sepertinya mama sudah lupa. Mama menemui Paris dulu ya!”
            Ku jatuhkan diriku diatas ranjang dengan semua masalahku yang terus menggulung-gulung dikepalaku.
            “Paris... kamu baik-baik saja kan?” Tanya Tanteku. Ku angkat tubuhku yang rapuh. “Tante? Aku baik-baik saja kok.”
            “Tante bisa mengerti, tapi bukankah itu bagian dari masa lalu kamu? Kamu harus berusaha mengingatnya, sekalipun itu ingatan yang buruk untuk kamu. Jika kenangan buruk itu sekiranya akan membantu mengembalikan ingatan kamu, kenapa tidak? Walaupun Tante tau kamu ingin lepas dari semua itu, tapi tentunya kamu juga tahu kalau seseorang ingin mengintrospeksi hidupnya, tentunya dia akan mulai mempelajari kesalahannya dari masa lalu!”
            Mungkin yang dikatakan Tante ada benarnya juga. Aku juga nggak mau kalau masa laluku terus menghantui aku.
            “Sepertinya kamu perlu istirahat, Tante keluar dulu ya!”
“Makasih ya Tante. Em...Tante besok jadi?”
            “Kalau kamu mau, besok kita berangkat.” Tanteku bergegas keluar kamar.
            ‘Stevan’ nama itu terus saja membayangi ingatanku. Rasanya nama itu tidak asing lagi untukku. Aku teringat akan sesuatu, nama yang ada di kursi bis itu juga tertuliskan Stevan. Mungkinkah pernah ada kenangan antara aku dengan Stevan? Apakah bayangan pria yang selalu muncul juga Stevan?
*****

 BERSAMBUNG....
Facebook Twitter Google+
Back To Top